Semarak Diskusi Panel Kepemimpinan Perempuan di tengah Peluncuran SKP

“Saat ini tidak lagi menjadi hal yang utama bagi para perempuan untuk mengejar kuota keterwakilan perempuan dalam forum-forum musrenbangdes, namun yang terpenting saat ini adalah bagaimana perempuan dapat menduduki posisi-posisi strategis dalam unsur-unsur Musrenbang dan PNPM, seperti Tim Penulis Usulan (TPU); Tim Pelaksana Kegiatan (TPK); Tim Delegasi di Musyawarah Antar Desa (MAD); dan Musrenbangcam, karena hal ini sangat strategis bagi pengawalan usulan-usulan program yang berkaitan dengan kepentingan perempuan, dan perempuan harus berani ikut dalam kontestasi politik, baik itu pilkades, pemilihan anggota BPD, Kelembagaan Desa, Pileg, dan posisi-posisi strategis lainnya” (Suroto, Direktur YSKK).

Demikian paparan Suroto, Direktur Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) Surakarta di sela-sela diskusi panel yang bertemakan “Kepemimpinan Perempuan : Membangun Demokrasi Sehat Dari Desa”  yang berlangsung di Bangsal Sewokoprojo, Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Selasa, 4 Juni 2013. Hadir juga sebagai narasumber, Sri Sumiyati, Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan BPMP&KB Kabupaten Gunungkidul, dan Tukinem, salah seorang Tokoh Perempuan di Gunungkidul yang pada tahun 2012 maju sebagai salah satu calon kepala desa di Desa Kampung, Kecamatan Ngawen, namun tidak berhasil memenangkan kontestasi tersebut.

Acara Diskusi Panel ini merupakan serangkaian acara dalam Peluncuran Sekolah Kepemimpinan Perempuan (SKP) Kabupaten Gunungkidul Tahun 2013 yang diinisiasi oleh YSKK. Diskusi panel di awali dengan penyampaian keynote speech oleh Bupati Gunungkidul, Ibu Badingah. Dalam keynote speechnya, Badingah menegaskan bahwa jika memang kepemimpinan perempuan mau diwujudkan harus ada tekad yang kuat dari perempuan itu sendiri; totalitas dalam berkiprah di masyarakat lewat berbagai macam organisasi, mampu mengkomunikasikannya dengan keluarga khususnya suami, dan terus-menerus menambah ilmu dan pengalamannya dalam berbagai wadah.

“Pemerintah Kabupaten Gunungkidul berkomitmen untuk membangun sumber daya manusia perempuan agar mampu menjadi mitra sejajar bagi laki-laki dalam pembangunan, untuk itu para perempuan harus membangun tekad yang kuat untuk maju dengan cara totalitas dalam berkiprah di berbagai organisasi dan masyarakat, serta yang terpenting mampu mengkomunikasikannya dengan keluarga, khususnya pada suami”, demikian papar Badingah.

Setelah menyampaikan keynote speechnya, Badingah yang didampingi Direktur YSKK, Suroto, menyematkan PIN SKP kepada 2 orang perwakilan Peserta SKP sebagai simbol peluncuran Program SKP Tahun 2013 di Kabupaten Gunungkidul, sekaligus simbol dimulainya SKP.

Setelah keynote speech yang disampaikan Bupati, acara berlanjut pada Diskusi Panel Kepemimpinan Perempuan. Diawali oleh Sumiyati, hal senada dengan yang dipaparkan oleh Bupati, disampaikan oleh Ibu Sri Sumiyati yang dalam diskusi ini mewakili Pemerintah Kabupaten Gunungkidul. Sumiyati dalam paparannya menyampaikan komitmen Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gunungkidul dalam pembangunan sumber daya manusia perempuan. Dalam konteks ini, Sumiyati menjelaskan komitmen Pemkab itu yang tertuang dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Gunungkidul No.17 Tahun 2010 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Gunungkidul Tahun 2010-2015.

Di dalam Perda tersebut jelas menggariskan kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah yang bersangkutan, dalam hal ini Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan BPMPKB untuk memprioritaskan program peningkatan sumber daya manusia perempuan, dalam hal ini peningkatan peran dan partisipasi perempuan dalam pembangunan dan dalam kebijakan strategis di wilayahnya masing-masing.

“Pemkab Gunungkidul, pada tahun 2013 ini memprioritaskan pembangunan sumber daya insan perempuan dengan target utama peningkatan peran dan partisipasi perempuan dalam proses pengambilan kebijakan dan perumusan program dalam proses pembangunan di wilayahnya masing-masing”, demikian papar Sumiyati.

Berbeda dengan Ibu Tukinem, yang mewakili suara aras bawah. Tukinem menjelaskan bahwa memang sangat minim kesempatan yang ada bagi perempuan untuk terlibat langsung dalam proses pengambilan kebijakan dan kontestasi politik, sebab peraturan perundang-undangan di Kabupaten Gunungkidul belum memadai untuk mewujudkannya, ditambah lagi dengan adanya faktor sosial-budaya di masyarakat yang memandang perempuan tidak layak untuk memimpin, bahkan keluarga juga tidak mendukung untuk kemajuan perempuan, diperparah lagi dengan mentalitas perempuan itu sendiri yang mudah jatuh dan terombang-ambing oleh faktor di luar dirinya.

“Kalau hanya di mulut, semua sepakat perempuan harus maju, perempuan harus memimpin, tapi kenyataannya Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul saja belum memadai untuk kearah itu, masyarakat kita juga kebanyakan masih tidak percaya pada kepemimpinan perempuan, ditambah lagi faktor tidak adanya dukungan dari keluarga. Lebih parah lagi, kebanyakan perempuan itu mudah ‘tenggelam’ jika dirinya tidak berhasil dalam kontestasi di desa, sudah, tenggelam begitu saja, menghilang dari peredaran, karena mentalitasnya belum kuat, ini menurut saya tantangan bagi perempuan itu sendiri”, demikian papar Tukinem yang sangat berapi-api di hadapan para peserta SKP yang berjumlah 168 orang yang hadir saat itu.

Acara ini sudah cukup untuk meningkatkan motivasi para peserta SKP untuk terus berkomitmen dalam mengikuti setiap pertemuan SKP sampai selesai dengan bersungguh-sungguh. (Riyadh)

***