Stop Pungli di Sekolah, Butuh Komitmen Semua Pihak

Surakarta, 03 November 2016 –Praktik pungutan liar (pungli) seakan membudaya dalam dunia pendidikan. Dari data Ombudsman Jawa Tengah,  setidaknya ada 20 pengaduan kasus pungli selama tahun 2016. Sembilan diantaranya berasal dari sektor pendidikan.

Merujuk pada realita tersebut, Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) mengajak para stakeholder untuk berkomitmen menghentikan praktik pungli di sekolah. Ajakan ini diserukan pada penyelenggaraan diskusi bertajuk Stop Pungli di Sekolah!, Kamis (03/11) di Resto Taman Pringsewu Solo.

"Pungli sudah menjadi budaya dalam kehidupan bermasyarakat kita, karena itu butuh komitmen untuk menghentikannya. Kepala sekolah, guru, komite sekolah, orang tua, masyarakat dan dinas pendidikan harus satu komitmen,” ujar Direktur YSKK, Kangsure Suroto.

Dia menjelaskan, tanpa komitmen bersama mustahil dapat menghilangkan praktik pungli di sekolah. Menurutnya, komunikasi yang baik antara sekolah dengan orang tua menjadi sangat penting dalam melawan praktik pungli.

“Karena sebagian besar kasus pungli terjadi akibat komunikasi yang tidak terbangun dengan baik antara sekolah dengan orang tua. Seringkali tujuannya baik untuk memajukan sekolah, tetapi dalam prosesnya tidak melalui komunikasi yang transparan dan akuntabel. Akibatnya kegiatan atau program sekolah bermasalah,” terangnya.

Kangsure menambahkan, faktor lain penyebab pungli adalah integritas pelaku yang lemah, terbukanya peluang atau kesempatan, kurang jelas dan tegasnya aturan dan regulasi, lemahnya pengawasan baik dari struktur di tingkat atas maupun masyarakat, mekanisme sanksi yang tidak jelas, sikap permisif masyarakat terhadap praktik pungli, serta kultural atau budaya pungli di sekolah yang masih kuat.

Selain itu, temuan YSKK di lapangan menunjukkan setidaknya terdapat tujuh jenis pembiayaan di tingkat pendidikan dasar (SD dan SMP) yang berpotensi menjadi pungli. “Hal ini seringkali menjadi keresahan masyarakat karena nominalnya cukup besar,” ujar Kangsure.

Yakni sumbangan pengembangan sekolah (SPS), pengadaan seragam, pengadaan LKS atau modul pengayaan, biaya les atau tambahan pelajaran, iuran kebersihan dan keamanan, biaya study tour serta wisuda kelulusan. Sedangkan oknum-oknum yang berpotensi melakukan pungli diantaranya kepala sekolah, guru, pengurus koperasi, komite sekolah dan paguyuban orang tua.

Kedepan, untuk menghindari terjadinya praktik pungli terhadap kegiatan-kegiatan yang bertujuan meningkatkan kualitas layanan sekolah, ada beberapa hal yang direkomendasikan oleh YSKK. Pertama, komite sekolah dan paguyuban orang tua harus diperkuat agar mampu untuk menjalankan fungsinya secara efektif sebagai pemberi pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan terhadap sekolah. Kedua, sekolah dan komite sekolah secara kreatif mencari sumber-sumber dana selain dari orang tua/wali siswa. Ketiga, sekolah perlu memfasilitasi adanya media dan saluran komunikasi yang mudah, murah dan cepat, antara sekolah, orang tua, komite sekolah dan paguyuban orang tua. Keempat, memastikan tata kelola sekolah dijalankan secara MANTAP (Manajemen Transparan Akuntabel Partisipatif). Dan, kelima Dinas Pendidikan perlu melakukan supervisi dan pembinaan yang baik serta memiliki mekanisme sanksi dan penghargaan.

 

###

 

Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK)

YSKK adalah organisasi non-pemerintah yang bekerja untuk dan bersama masyarakat terpinggirkan, khususnya perempuan dan anak agar hak-hak dasar mereka dalam ekonomi, sosial, politik, dan budaya bisa terpenuhi. Dimana salah satu fokus kerja organisasi masyarakat sipil ini di bidang pendidikan, dengan program utamanya mendorong terwujudnya layanan pendidikan yang berkeadilan dan berkualitas melalui sekolah MANTAP (Manajemen Transparan, Akuntabel dan Partisipatif).

Informasi mengenai YSKK dapat diakses di www.yskk.org dan www.awasibos.org | Facebook: www.facebook.com/yskksolo.

 

Untuk informasi lebih lanjut silakan hubungi:  

Kangsure Suroto,

Direktur Yayasan Satu Karsa Karya

HP.: 08175796368

Email: kangsure@yskk.org